Rabu, 03 Oktober 2012

Manipulasi Uang Kertas

Rasulullah SAW bersabda :
“Akan datang masanya ketika tidak ada yang tertinggal yang bisa dimanfaatkan kecuali dinar & dirham” (HR Ahmad)
Sebelum krisis moneter terjadi harga telur ayam di Jakarta adalah Rp 2.000/kg namun beberapa bulan setelah rupiah terhadap dollar merosot seperempatnya (dari Rp 2.000 menjadi Rp 9.000 per USD), harga telur menjadi Rp 7.500/kg dan pada awal 2005, harga telur Rp 8.000/kg maka selama kurun 8 tahun, nilai rupiah telah turun sebesar 75%.
Jadi jika kita memiliki Rp 100.000 pada th 1997 kita bisa membeli 50 kg telur, pada tahun 2005 uang yang sama hanya bisa untuk membeli 12,5 kg telur saja
Apa yang sebenarnya terjadi terhadap uang kertas yang kita miliki ?
Untuk menjawab hal tersebut dibawah ini saya jelaskan sedikit hal yang terkait dengan sejarah uang kertas :

Baca selengkapnya...

Membeli Masa Depan Dengan Harga Hari Ini?

Kalimat ini sering terdengar sekarang. Bersliweran. Saya suka kalimat ini karena singkat, mengena dan menceritakan banyak hal. Sejujurnya saya tak tahu siapa yang mempopulerkan. Bagaimana memahaminya dengan mudah? Begini : harga-harga secara ‘alamiah’ naik dari waktu ke waktu. Penyebabnya tentu inflasi. Di masa datang, kita harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk membeli barang yang sama saat ini, bahkan dengan uang yang rencananya kita tabung dan (kita harapkan) berkembang.
Sulit membayangkan apa yang terjadi dengan daya beli harta kita 15 dan 20 tahun mendatang. Kita menyimpan dan menyelamatkan harta dengan cara terlalu biasa untuk bisa mengejar kenaikan harga di masa datang.
Seberapa mengerti kita akan hitungan kenaikan biaya hidup per bulan ketika memasuki masa pensiun nanti? Bahkan, seberapa peduli? Para karyawan menyisihkan 3% s.d 15% dari gajinya per bulan untuk persiapan memasuki masa purna bhakti tanpa bisa membayangkan apakah dana pensiunnya mampu menopang hidupnya per bulan nanti. Harga-harga ketika itu melambung tinggi, sementara badan makin renta dan tak seproduktif saat muda. Beranikah kita membayangkan bahwa biaya hidup Rp 2 juta per orang saat ini dalam sebulan, dalam 20 tahun lagi menjadi +/- sekitar Rp 13 juta per bulan? Itu biaya hidup satu orang dalam keluarga.
Penyedia pengelolaan dana pensiun datang menjelaskan dengan angka-angka besar sebagai janji return. Kita terperangah karena saking besarnya, tanpa mau mengkaji bahwa angka tersebut menjadi begitu tak berarti nanti. Sebagaimana, yang sering saya contohkan dalam seminar, 10 tahun lalu kita menilai besar angka Rp 250 utk satu permen ketika dulu harga sebutir permen adalah Rp 25. Sekarang, kita sudah biasa keluarkan Rp 1.000 dan mendapatkan 4 butir. Artinya harga permen naik 10 kali lipat dalam 10 tahun. Ini mungkin bukan masalah asal pendapatan kita, misalkan gaji, ‘disesuaikan’ tiap tahun. Tapi jadi masalah untuk tabungan kita, yang sudah kita serahkan ke lembaga keuangan dan dijanjikan berkembang, padahal memberikan hasil yang memiskinkan.
Dua belas tahun lalu seorang karyawan dipotong gaji Rp 250.000 untuk dikelola dana pensiun. Saat ini angka simpanannya menjadi Rp 57.000.000 atau ‘berkembang’ sebesar 4,9% setiap tahunnya. Lihat angka inflasi rata-rata 5-10% per tahun, sebetulnya dana itu jelas ‘tak mampu membeli’ kebutuhan masa depan si karyawan. Tabungan dana pensiun tak mampu memproteksi simpanannya karena tumbuh lebih kecil daripada naiknya harga-harga. Itu belum ditambah 20 tahun lagi kedepan ketika karyawan benar-benar pensiun.
Membeli masa depan dengan harga sekarang adalah menabung dengan angka hitung/ nominal saat ini dan membiarkan tabungan itu ‘bekerja’ untuk membeli kebutuhan kita di masa datang. Kita menabung untuk pendidikan anak masuk kuliah 10 tahun lagi, ketika dibutuhkan nanti, tabungan kita cukup ‘membelinya’, bahkan lebih.
Membeli masa depan dengan harga saat ini adalah menabung 10 Dinar emas (42,5 emas batangan) setahun lalu untuk berangkat umroh tahun ini, dan mendapati bahwa biaya umroh ternyata cukup dibayar dengan 8 Dinar emas saja.
Membeli masa depan dengan harga sekarang adalah menabung emas mulai 12 tahun lalu dengan angka tetap Rp 250.000 per bulan untuk persiapan dana pensiun dan mendapati nilai simpanan mencapai Rp 80,4 juta saat ini. Atau naik 124% dalam 12 tahun atau sama dengan naik 10,3% per tahun.
Membeli masa depan dengan harga sekarang adalah menabung di harta hakiki, yaitu emas dan perak, yang kenaikannya menumbangkan kenaikan harga-harga yang lain. Hingga ketika diperlukan nanti, tabungan hakiki itu akan selalu mencukupi. Insya Allah.
Baca selengkapnya...

Selasa, 25 September 2012

Mobil Baru & Handphone

Di dunia personal finance dikenal apa yang disebut 70/30 rule, yaitu bila Anda mampu mengkonsumsi hanya 70 % dari pendapatan Anda dan sisanya 30 % ditabung – maka Anda akan memiliki hari tua yang baik. Orang-orang di negara maju pada umumnya lebih bisa mengimplementasikan rule ini karena pendapatannya memang cukup, di negara-negara yang sedang berkembang seperti kita – rule ini masih sulit diterapkan oleh setidaknya dua sebab.

Penyebab pertama adalah pseudo-wealth euphoria atau eforia kemakmuran semu, ini terjadi di seluruh tingkatan ekonomi masyarakat. Seorang pekerja rumah tangga yang baru datang dari kampung dan mulai bekerja di Jakarta, begitu merasa mendapatkan penghasilan cukup – yang dibeli pertama adalah handphone. Sepertiga penghasilannya untuk mencicil handphone dan sepertiga lagi dihabiskan untuk membeli pulsanya, maka sulit sekali terangkat kemakmurannya.


Baca selengkapnya...

Minggu, 12 Agustus 2012

Isteri atau Suami yang Mengelola Keuangan Keluarga?

Sebagai bagian dari indahnya Islam dan tanda kekuasaan Allah,  Islam mengajarkan pola hidup berumah tangga yang sakinah diliputi dengan penuh kasih sayang satu sama lain. Allah SWT memberikan kelebihan dan kekurangan kepada setiap hambaNya, agar masing-masing saling melengkapi dan menyempurnakan. Demikian pula dalam kehidupan berumah tangga, laki-laki sebagai suami diberikan kelebihan tertentu atas isterinya, dan sebaliknya isteri diberikan kelebihan tertentu atas suaminya dan masing-masing juga terdapat kekurangan satu sama lain. Bila keadaan yang demikian ini suami isteri saling memahami dan pandai mengawinkannya maka akan terwujud kehidupan yang harmonis, tenteram dan indah. 

Terkait dengan nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup berumah tangga, dalam Islam telah diatur dengan baik, bahwa yang berkewajiban memenuhi nafkah keluarga adalah suami, karena Allah telah melebihkannya baik secara fitry yakni kesempurnaan fisik yang berimplikasi pada kekuatan akal dan pandangan, dan juga bersifat kasby, yakni kemampuan untuk berusaha mendapatkan rizki dan melakukan pekerjaan. Adapun wanita sebagai isteri berhak terpenuhi nafkah dari suaminya dan berkewajiban menjadi wanita yang shalihah yang taat kepada Allah dan suaminya serta memelihara diri dan harta suaminya. (QS Ali Imran ayat 34-35). 

 Secara umum Rasulullah SAW juga memberikan penjelasan bahwa wanita yang baik yang termasuk kategori isteri yang shalihah adalah isteri yang pandai menyimpan harta suami dan memelihara dirinya terutama bila suami tidak berada di sampingnya,  hal ini sebagaimana yang tersebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Baihaqi dari Abu Hurairah r.a., Rasululullah saw bersabda: "khairun nisa' allati idza nadharta ilaiha sarratka, waidza amartaha atha'atka, waidza ghibta anha hafidhatka fi malika wanafsiha" , yang artinya sebaik-baik wanita adalah yang apabila kamu memandangnya menyenangkanmu, bila kamu memerintahkannya manaatimu, bila kamu tidak berada di sampingnya dia memelihara hartamu dan memelihara dirinya. 

 Untuk menjadi wanita yang baik yang pandai mengelola harta suami dibutuhkan ilmu yang cukup, apalagi bila harta suami cukup besar nilai assetnya dan rumit terkait dengan putaran uang yang ada kaitannya dengan sebuah usaha, hutang piutang, dan kewajiban-kewajiban lain. Maka dalam kondisi seperti ini mungkin tidaklah lebih maslahat bagi keluarga bila seluruh keuangan suami harus dikelola oleh isteri, apalagi bila isteri tidak menguasai ilmunya dan tidak cukup waktu untuk turut andil dalam usaha suami. 

 Kasus di atas dapat dijadikan salah satu ilustrasi bahwa tidak semua harta suami harus dikelola oleh isteri, karena bila harus isteri yang dipaksakan mengelolanya bisa jadi bukan menambah sakinah dalam keluarga bahkan menimbulkan kerumitan dan kehancuran ekonomi keluarga. Maka terkait dengan bagaimana baiknya, Rasulullah SAW memberikan keleluasaan antum a'alamu biumuri dunyakum, kamu lebih tahu bagaimana yang terbaik terhadap urusan duniamu,  dan hindarkanlah dari salah kelola atas nikmat Allah karena ketidak-ahlian "idza wusidal amru ila ghairi ahlihi fantadhiris sa'atan". Oleh sebab itu akan lebih baik dalam kasus kondisi keluarga seperti ini yang mengelola harta diserahkan kepada yang lebih mengerti mengelola keuangan di antara suami atau isteri dengan saling memberikan kepercayaan dan keterbukaan untuk menghindari 'kebangkrutan' keluarga. 

 Adapun yang terkait dengan kebutuhan dasar keluarga seperti kebutuhan rutin yang bersifat konsumtif, biaya pendidikan anak, rekreatif,  dana darurat, dana shadaqah, dan dana kebutuhan dasar lainnya akan lebih baik diserahkan sepenuhnya kepada isteri. Di luar itu adalah relatif tergantung situasi dan kondisi kompetensi suami isteri dalam pengelolaan keuangan. Demikian pula ditinjau dari sumber nafkah suami sebagai profesional, wirausahawan, pegawai dan seturusnya juga menentukan siapa yang paling tepat mengelolanya namun demikian harus tetap memegang prinsip mufakat, saling amanah dan penuh keterbukaan dalam rangka mencapai tujuan utama membangun keluarga sakinah mawaddah warahmah. Wallahu a'lam Baca selengkapnya...

Kamis, 19 Juli 2012

Empat Hal Jangan Katakan Pada Anak

Maksud hati ingin mendidik anak supaya lebih disiplin, kuat dan bersikap baik di muka umum akan tetapi kok hasilnya selalu gagal. Sebenarnya kata-kata yang Anda pilih itu memengaruhi anak buat mematuhi Anda atau justru mengacuhkan.


1. "Jangan nangis" 
 Variasi kalimat yang lain: "Jangan sedih." "Jangan cengeng." "Jangan takut." Tapi anak-anak balita saat marah, takut, kesal pun menangis. Mereka tidak bisa selalu mengartikulasikan perasaan mereka dengan kata-kata. "Hal yang sangat wajar bagi orang tua ingin melindungi anak dari perasaan seperti itu," kata Debbie Glasser, Ph.D., direktur, Family Support Services di Mailman Segal Institute for Early Childhood Studies, Nova Southeastern University, Fort Lauderdale, AS. "Tapi mengatakan jangan tidak membuat anak merasa lebih baik, dan dapat juga mengirim pesan bahwa emosinya sesuatu yang terlarang." Sebagai gantinya Anda bisa mengatakan, "Kamu sedih tidak diajak bermain oleh Bayu?" atau "Kamu marah mainanmu direbut?" Dengan menamai perasaan, anak Anda akan belajar memberinya kata-kata untuk mengekspresikan dirinya. Sekaligus tanpa sadar mengajarkannya buat berempati. Pada akhirnya, dia akan menangis lebih sedikit dan menggambarkan emosinya sebagai gantinya.   


2. "Coba contoh Kakakmu / Adikmu"  
 Mungkin tampak membantu jika anak Anda dapat melihat contoh nyata dari saudara kandungnya atau teman. "Rara pintar yah, bisa pake sepatu sendiri." Anak-anak berkembang dengan fasenya sendiri. Membandingkan anak Anda kepada orang lain menyiratkan bahwa Anda tak menginginkannya serta merusak kepercayaan dirinya. Sebaliknya, dorong prestasi dia saat ini: "Wow, kamu mencuci tangan sebelum makan tanpa mama minta, hebat!" Ingat membandingkan dengan saudaranya hanya akan memicu kekesalan dan membakar perasaan iri. Jangan heran kalau Anda justru dibuat pusing dengan pertengkaran mereka tiap hari.   


3. "Berhenti atau mama pukul!"  
 Dalam mendisiplinkan anak, ancaman itu jarang efektif. Anda mengancam dengan peringatan seperti "Ayo berani ulangi lagi, Mama pukul!" Cepat atau lambat anak akan belajar bahwa ancaman itu tak pernah terjadi. Akhirnya ancaman Anda kehilangan kekuatannya. Lebih buruk lagi justru membuat Anda tambah frustasi, akhirnya malah memukul. Akan lebih efektif jika melakukan pengalihan. Caranya dengan membawa anak pergi dari situasi tersebut. Misalnya, ia mengamuk di toko mainan karena tidak diturutin kemauannya. Daripada Anda bereaksi dengan membentak, mengancam, melotot, langsung saja ambil tindakan dengan menggendong anak Anda keluar dari toko, bawa ke tempat lain, lakukan time out setelah tenang beri pengertian. Cara ini terbukti lebih efektif.   


4. "Tunggu sampai Ayah pulang!"  
 Pengasuhan tipe ini adalah jenis lain dari tipe mengancam. Seperti halnya mengancam, cara ini tidak efektif. Bila Anda ingin pesan Anda sampai pada anak, disiplin harus dilakukan saat itu juga, bukan nanti. Saat anak Anda berulah, bersikap tidak baik, langsung beri konsekunsinya. Disiplin yang ditunda tidak mengajarkan konsekuensi tindakan salah pada anak. Kemungkinan besar yang terjadi saat si ayah pulang, anak Anda sudah lupa kejadian yang tadi. Akibat buruk lainnya, bila ini sering Anda lakukan, Anda akan kehilangan otoritas di mata anak Anda. (dari kompas.com) Baca selengkapnya...

Senin, 16 Juli 2012

Holiday to Yogyakarta

Berlibur bersama Keluarga di Yogyakarta


Tujuan wisata keluarga untuk tahun ini yaitu daerah yogyakarta, aku bersama keluarga merencanakan liburan ke yogyakarta sudah setahun yg lalu, sebetulnya rencananya dulu sepulang dari liburan sekolah tahun 2011 sudah aku program lewat utara dari surabaya lewat utara singgah di jogja, tapi apa hendak dikata anak kecilku sakit, jadi kupatutkan untuk menunda liburan ke jogja, yang akhirnya baru liburan sekolah 2012 ini. alhamdulillah aku sekeluargam kesampaian niatku untuk pergi ke jogja.
           Kisahnya begini, dari tanggal 30 Juli 2012 aku sekeluarga berangkat pukul 21.00 WIB. dari Cilegon menuju Yogyakarta.
           Dalam perjalanan aku selalu menikmatinya. terkadang anak" bercanda  dengan riangnya, sehingga tidak terasa perjalanan, ditempuh selama 5 jam, lalu kami beristirahat sejenak.

Baca selengkapnya...